BAHASA

MORFOFONEMIK BAHASA INDONESIA
Teori dan plikasinya



PENDAHULUAN
Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia mempunyai tanggung jawab keilmuan kepada peserta didik dalam memberikan kaidah berbahasa yang baik dan benar. Materi pembelajaran yang disajikan hendaknya mencerminkan kazanah bahasa Indonesia yang selaras dan sejalan dengan perkembangan peradaban rakyat Indonesia. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia sebaiknya juga melakukan pengkajian terhadap berbagai persoalan terhadap perkembangan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Salah satu bidang pengkajian bahasa Indonesia yang cukup menarik adalah bidang tata bentukan atau morfologi. Bidang ini menarik untuk dikaji karena perkembangan kata-kata baru yang muncul dalam pemakaian bahasa sering berbenturan dengan kaidah-kaidah yang ada pada bidang tata bentukan ini. Oleh karena itu, perlu dikaji ruang lingkup tata bentukan ini agar ketidaksesuaian antara kata-kata yang digunakan oleh para pemakai bahasa dengan kaidah tersebut tidak menimbulkan kesalahan sampai pada tataran makna. Jika terjadi kesalahan sampai pada tataran makna, hal itu akan mengganggu komunikasi yang berlangsung. Bila terjadi gangguan pada kegiatan komunikasi maka gugurlah fungsi utama bahasa yaitu sebagai alat komunikasi. Hal ini tidak boleh terjadi.
Salah satu gejala dalam bidang tata bentukan tatanan dalam bahasa Indonesia yang memiliki peluang permasalahan dan menarik untuk dikaji adalah proses morfofonemik atau morfofonemis. Permasalahan dalam morfonemik cukup variatif, pertemuan antara morfem dasar dengan berbagai afiks sering menimbulkan variasi-variasi yang kadang membingungkan para pemakai bahasa. Sering timbul pertanyaan dari pemakai bahasa, manakah bentukan kata yang sesuai dengan kaidah morfologi. Fenomena tersebut menarik bagi penulis untuk melakukan memaparkan masalah morfofonemik ini dalam makalah ini.


HAKEKAT MORFOFONEMIK
1. Pengertian Morfofonemik
Ada banyak pengertian morfofonemik yang dikemukan oleh para linguis antara lain:
a.    Menurut Ramlan (1987:83)  menyatakan bahwa morfofonemik memperlajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem.
b.    Arifin (2007:8) , morfofonemik adalah proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal kata yang bersangkutan.
c.    Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi (Chaer, 2007:194) .
d.    Morfofonemik adalah subsistem yang menghubungkan morfologi dan fonologi. Di dalamnya dipelajari bagaimana morfem direalisasikan dalam tingkat fonologi, (Kridalaksana, 2007:183) .
Berdasarkan pengertian morfofonemik yang telah dikemukan linguis tersebut, jelas bahwa morfofonemik sebagai suatu proses perubahan bahasa karena ada proses morfemis yang berhubungan dengan tatanan fonologi.

2. Kaidah-Kaidah Morfofonemik
Menurut Basuni (http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detail materi&id=85) , ada beberapa kaidah-kaidah morfofonemik dalam bahasa Indonesia yang terpenting adalah sebagai berikut.

a.  Kaidah morfofonemik meN-, meliputi:
(1)    Morfem meN- menjadi mem- apabila diikuti oleh bentuk dasar yang berfonem awal /b, f, p/. Fonem /p/ hilang kecuali pada bentuk dasar yang berasal dari kata asing dan bentuk dasar yang berafiks per-.
(2)    Morfem meN- menjadi men- apabila diikuti oleh bentuk dasar yang berawal dengan fonem /d, s, t/. Fonem /t/ hilang, kecuali pada beberapa bentuk dasar yang berasal dari kata asing, dan pada bentuk dasar yang berafiks ter-. Fonem  /s/ hanya berlaku pada pada beberapa bentuk dasar dari kata asing.
(3)    Morfem meN- menjadi meny-, apabila diikuti oleh bentuk dasar yang berfonem awal /c, j, s/. Fonem /s/ hilang.
(4)    Morfem meN- menjadi meng- apabila diikuti oleh bentuk dasar yang berawal dengan fonem /g, h, k, x, vokal/. Fonem /k/ hilang kecuali pada bentuk dasar yang berasal dari kata asing.
(5)    Morfem meN- menjadi me- apabila diikuti oleh bentuk dasar yang berfonem awal /l, r, w, y, nasal/.
(6)    Morfem meN- menjadi menge- apabila diikuti oleh bentuk dasar yang terdiri dari satu suku.

b.  Kaidah morfofonemik peN-.
(1)    Morfem peN- menjadi pem- apabila diikuti oleh bentuk dasar yang berfonem awal /b, f, p/. Fonem /p/.
(2)    Morfem peN- menjadi pen- apabila diikuti oleh bentuk dasar yang berawal dengan fonem /d, s, t/. Fonem /t/ hilang, kecuali pada beberapa bentuk dasar yang berasal dari kata asing, dan pada bentuk dasar yang berafiks ter-. Fonem  /s/ hanya berlaku pada pada beberapa bentuk dasar dari kata asing.
(3)    Morfem peN- menjadi peny-, apabila diikuti oleh bentuk dasar yang berfonem awal /c, j, s/. Fonem /s/ hilang, kecuali pada kata asing.
(4)    Morfem peN- menjadi peng- apabila diikuti oleh bentuk dasar yang berawal dengan fonem /g, h, k, x, vokal/. Fonem /k/ hilang kecuali pada bentuk dasar yang berasal dari kata asing.
(5)    Morfem peN- menjadi pe- apabila diikuti oleh bentuk dasar yang berfonem awal /l, r, w, y, nasal/. Morfem per- menjadi pe- apabila diikuti oleh bentuk dasar yang berfonem awal /r/.
(6)    Morfem peN- menjadi penge- apabila diikuti oleh bentuk dasar yang terdiri dari satu suku.
(7)    Morfem per- menjadi per- apabila diikuti oleh bentuk dasar yang tidak berfonem awal /r/.
(8)    Morfem per- menjadi pel- apabila diikuti bentuk dasar ajar.

c.  Kaidah morfofoemik ber- meliputi:
(1)    Morfem ber- menjadi be- apabila diikuti oleh bentuk dasar yang berfonem awal /r/ dan bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /  r /.
(2)    Morfem ber- menjadi bel- apabila diikuti oleh bentuk dasar ajar.
(3)    Morfem ber- menjadi ber- apabila diikuti oleh bentuk dasar yang suku pertamanya yang tidak berawal  dengan fonem /r/ dan bentuk dasar yang suku pertamanya tidak berakhir dengan / r/.

d.  Kaidah morfofonemik ter-, meliputi:
(1)    Morfem ter- menjadi te- apabila diikuti oleh bentuk dasar yang berfonem awal /r/ dan bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan / r/.
(2)    Morfem ter- tetap ter- apabila diikuti oleh bentuk dasar yang tidak berfonem awal /r/, dan bentuk dasar yang suku pertamanya tidak berakhir dengan / r/.

3. Proses Morfofonemik
Sebuah morfem dapat bervariasi bentuknya. Perubahan morfem meN- menjadi mem, meny-,men-, meng-, menge-, adalah proses morfofonemik. Proses morfofonemik dalam bahasa Indonesia hanya terjadi dalam pertemuan realisasi morfem dasar dengan realisasi afiks, baik prefiks, infiks, sufiks, maupun konfiks. Proses morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi karena pertemuan morfem dengan morfem. Proses morfofonemik dalam bahasa Indonesia hanya terjadi dalam pertemuan realisasi morfem dasar (morfem) dengan realisasi afiks (morfem), baik prefiks, sufiks, infiks, maupun konfiks (Kridalaksana, 2007:183) .
Menurut Ramlan (1997:83) dalam Charlina dan Mangatur Sinaga (2006:42)  bahwa proses morfofonemik dalam bahasa Indonesia terbagi tiga, yaitu (a) proses perubahan fonem, (b) proses penambahan fonem, dan (c) proses penghilangan fonem.
a. Proses Perubahan Fonem.
Proses perubahan fonem, misalnya, terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasarnva. Fonem /N/ pada kedua morfem itu berubah menjadi /m, n, h, k/ hingga modem meN- berubah menjadi mem, men-, meny-, dan meng- dan morfem peN- berubah menjadi pem-, pen-, pent'- dan peng-. Perubahan¬perubahan itu tergantung pada kondisi bentuk dasar yang mengikutinya.

1) Morfofonemik Prefiks meN- dan peN
Kaidah morfofonemik untuk prefiks meN- dan peN- dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
a) Fonem /N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi fonem /m/ apabila bentuk dasarnya yang mengikutinya berawal dengan / p, b, f/.
(1)    meN- + bentuk dasar yang berawal fonem /b/
Contoh:
meN- + babat            membabat
meN- + beku             membeku
meN- + buang             membuang

(2)    meN- + bentuk dasar yang berawal fonem /p/
Contoh:
meN- + patuhi            mematuhi
meN- + pukul            memukul
meN- + paksa            memaksa

(3)    meN- + bentuk dasar yang berawal fonem /f/
Contoh:
meN- + fitnah            memfitnah
meN- + fitrahkan        memfitrahkan
meN- + fasihkan        memfasihkan

(4)     peN- + bentuk dasar yang berawal fonem /b/
Contoh:
peN- + Bantu            membantu
peN- + besar            pernbesar
peN- + Baca            pembaca

(5)    peN- + bentuk dasar yang berawal fonem /p/
Contoh:
peN- + pukul            pemukul
peN- + potong            pemotong
peN- + pangkas         pemangkas



(6)    peN- + bentuk dasar yang berawal fonem /-f/
Contoh:
peN- + formatan        pemformatan
peN- + fitnah            pemfitnah

b) Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan fonem /d, t, s/. Fonem /s/ di sini hanya khusus bagi beberapa bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing yang masih mempertahankan keasingannya.
(1)    meN- + bentuk dasar yang berawal fonem /d/
Contoh:
meN- + darat            mendarat
meN- + dengkur         mendengkur
meN- + datangkan         mendatangkan
(2)    meN- + bentuk dasar yang berawal fonem /t/
Contoh:
meN- + tangkap        menangkap
meN- + tanam            menanam
meN- + tarik            menarik

(3)    meN- + bentuk dasar yang berawal fonem /s/
Contoh:
meN- + support        mensupport
meN- + supply            mensupply
meN- + survey            mensurvey


(4)    peN- + bentuk dasar yang berawal fonem /d/
Contoh:
peN- + dapat            pendapat
peN-  + dengar            pendengar
peN-  + dorong            pendorong
(5)    peN- + bentuk dasar yang berawal fonem /t/
Contoh:
peN- + tarik            penarik
peN- + tangkap            penangkap
peN- + tarik            penarik

(6)    peN- + bentuk dasar yang berawal fonem /s/
Contoh:
peN- + supply            pensupply
peN- + survey            pensurvey

c) Fonem /N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi / ñ / apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /s, ŝ, c, j/.
(1)    meN- + bentuk dasar yang berawal fonem /s/
Contoh:
meN- + sapu            menyapu
meN- + singkat            menyingkat
meN- + suap            menyuap

(2)    meN- + bentuk dasar yang berawal fonem / ŝ /
Contoh:
meN- + syaratkan        mensyaratkan
meN- + syukuri             mensyukuri
(3)    meN- + bentuk dasar yang berawal fonem /c/
Contoh:
meN- + cuci            mencuci
meN- + cangkul            mencangkul
meN- + curi            mencuri

(4)    meN- + bentuk dasar yang berawal fonem /j/
Contoh:
meN- + jaga            menjaga
meN- + jenguk            menjenguk
meN- + jadi            menjadi

(5)    peN- + bentuk dasar yang berawal fonem /s/
Contoh:
peN- + suap            penyuap
peN- + suluh            penyuluh
peN- + sapu            penyapu

(6)    peN- + bentuk dasar yang berawal fonem /c/
Contoh:
peN- + cukur            pencukur
peN- + cetak            pencetak
peN- + cemas             pencemas

(7)    peN- + bentuk dasar yang berawal fonem / j/
Contoh:
peN- + jaga            penjaga
peN- + jajah            penjajah
peN- + jual            penjual

d) Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi /ŋ/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan fonem /k, g, h, dan vokal/.
(1)    peN- + bentuk dasar yang berawal fonem / j/
Contoh:
meN- + kumpulkan        mengumpulkan
meN- + karang            mengarang
meN- + kacau            mengacau

(2)    meN- + bentuk dasar yang berawal fonem / g/
Contoh:
meN- + ganggu            mengganggu
meN- + garis            menggaris
meN- + gaji             menggaji

(3)    meN- + bentuk dasar yang berawal fonem /h/
Contoh:
meN- + haruskan        mengharuskan
meN- + harapkan        men-harapkan
meN- + hapuskan        menghapuskan

(4)    meN- + bentuk dasar yang berawal vokal
Contoh:
meN- + angkat        mengangkat
meN- + ikat        mengikat
meN- + usap        mengusap
meN- + ekor        mengekor
meN- + operasi         mengoperasi

(5)    peN- + bentuk dasar yang berawal fonem / k/
Contoh:
peN- + keras            pengeras
peN- + kacau            pengacau
peN- + karang        pengarang

(6)    peN- + bentuk dasar yang berawal fonem /g/
Contoh:
peN- + ganggu        pengganggu
peN- + gerak        penggerak
peN- + gali        penggali

(7)    peN- + bentuk dasar yang berawal fonem /h/
Contoh:
peN- + hasil            penghasil
peN- + hasut            penghasut
peN- + hubung         penghubung

(8)    peN- + bentuk dasar yang berawal vokal
Contoh:
peN- + angkat        pengangkat
peN- + ikat            pengikat
peN- + usap            pengusap
peN- + ekor            pengekor
peN- + omel            pengomel

Proses perubahan fonem ini juga terjadi pada kata yang bersuku satu. Afiks meN- pada kata bersuku satu berubah menjadi menge-. Perhatikan contoh berikut ini.
meN- + bom            mengebom
meN- + cat            mengecat
meN- + las            mengelas
peN- + bom            mengebom
peN- + cat            pengecat
peN- + las            pengelas

Begitu juga fonem /r/ pada morfem ber- dan per- mengalami perubahan menjadi /l/ sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan bentuk dasarnya yang berupa morfem ajar. Misalnya:

Ber- + ajar            belajar
Per- + ajar            pelajar

b. Proses Penambahan Fonem
Proses penambahan fonem, antara lain terjadi karena adanya pertemuan morfem meN- dengan bentuk dasar yang terdiri atas satu suku kata. Fonem tambahannya ialah /e/ sehingga meN- berubah menjadi menge
Contoh:
meN- + bom             mengebom
meN- + cat            mengecat
meN- + las            mengelas
meN- + tik            mengetik

Proses penambahan fonem, terjadi karena adanya pertemuan morfem peN- dengan bentuk dasar yang terdiri atas satu suka, sehingga morfem peN- berubah menjadi penge-.
Contoh:
peN- + bom             pengebom
peN- + cat            pengecat
peN- + las            pengelas
peN- + tik            pengetik

Pertemuan morfem -an, ke-an, pe-an dengan bentuk dasarnya, dapat menyebabkan adanya penambahan fonem /?/ apabila bentuk dasarnya berakhir dengan vokal /a/, penambahan /w/ apabila bentuk dasarnya berakhir dengan /u, o, aw/, dan terjadi penambahan /y/ apabila bentuk dasarnya berakhir dengan /i, ay/ misalnya:
-an    + hari                hariyan
ke-an    + pandai/panday        kepandaian/kepandayan
per-an     + hati                perhatian/perhatiyan   
peN-an + cuci                pencucian/ pencuciyan

c. Proses Penghilangan Fonem
Proses hilangnya fonem /N/ pada meN- dan peN- terjadi karena adanya pertemuan antara morfem meN- dan peN dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /1, r, y, w, dan nasal/. Misalnya:
meN- + lerai    __        melerai
meN- + nyanyi        menyanyi   
meN- + warisi        mewarisi
peN- + lupa            pelupa
peN- + malas            pemalas
peN- + warna             pewarna

Fonem /r/ pada morfem ber-, per-, dan ter- hilang sebagai akibat pertemuan morfem-morfem itu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/ dan bentuk dasar yang suku pertamanya berakhiran dengan /er/. Misalnya:

Ber-      +    kerja        bekerja   
Ber-      +     ternak        beternak
Per-      +     ragakan         peragakan
Per-     +    ramping         peramping

Ter-     +    rasa        terasa
Ter-     +     rebut        tersebut

Fonem-fonem / p, t, s, k/ pada awal morfem hilang akibat pertemuan morfem meN- dan peN dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem itu. Misalnya:

meN- + paksa        memaksa
meN- + tulis        menulis
meN- + sapu        menyapu
meN- + karang        mengarang
peN-     + pangkas         pemangkasan
peN-     + tulis        penulis
peN-     + sapu        penyapu
peN-     + karang        pengarang

    Selain itu, sebagai bentuk bertambahnya pengetahuan manusia di atas dikemukan bahwa hanya ada 3 proses morfofonemik pada tatanan bahasa Indonesia. Sebagai bahan perbandingan, penulis kembali mengutif proses morfofonemik di http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detailmateri&id=85  yang menyebutkan bahwa ada 6 jenis bentuk morfofonemik dalam bahasa Indonesia, yaitu (a) penghilangan bunyi; (b) penambahan bunyi; (c) perubahan bunyi; (d) perubahan dan penambahan bunyi; (e) perubahan dan penghilangan bunyi; dan (f) peloncatan bunyi.

a. Penghilangan Bunyi
            Proses penghilangan bunyi dapat terjadi atas:
1)    Bunyi /N/ pada meN- dan peN- yang hilang karena pertemuan kedua morfem tersebut dengan bentuk dasar yang berbunyi atau berfonem awal /r, l, y, w/ dan nasal. Misalnya:
meN-     + ramu             meramu
meN-     + lucu            melucu
meN-     + yakini (?)        meyakini
meN-     + wangi        mewangi
meN-     + nyanyi        menyanyi
meN-     + ngeong        mengeong
meN-     + nanti            menanti

peN- + rusak            perusak
peN- + lacak            pelacak
peN- + mabuk            pemabuk
peN- + nanti            penanti

2)    Fonem /r/ pada morfern ber-, ter-, dan per- hilang bila yang berbunyi atau berfonem awal  /r/ atau yang suku pertamanya berakhir dengan bunyi /r/. Misalnya:
ber- + rambut            berambut
ber- + serta            beserta
ber- + kerja            bekerja
ter- + rasa            terasa
ter- + pedaya            terpedaya
ter- + rayu            terayu
ter- + ramal            teramal
ter- + ramai            teramai
ter- + serta            terasa
b. Penambahan Bunyi
            Proses penambahan bunyi terjadi pada:
1)  Pertemuan antara morfem -an, ke-an, per-an, menyebabkan timbulnya fonem atau bunyi /?/ bila bentuk dasar itu berakhir dengan vokal /a/. Misalnya:
-an + sapa            sapaan
ke-an     + sama            kesamaan
per-an     + kata            perkataan

Catatan
            Jika peN-an dipertemukan dengan bentuk dasar yang diawali bunyi /p, t, k, dan s/ dan diakhiri oleh vocal maka morfofonemis yang terjadi berupa perubahan, penghilangan dan penambahan bunyi.
Contoh:
peN-an + tanda        petandaan
peN-an + padu            pemaduan
peN-an + kaji            pengajian
peN-an + sampai        penyampaian

2)     Pertemuan antara morfem -an, ke-an, per-an dengan bentuk dasar yang berakhir dengan bunyi /i/ akan menyebabkan timbulnya bunyi /y/. Misalnya:
-an + hari            harian               
ke-an     + serasi        keserasian
per-an     + api            kerapian

3) Pertemuan antara morfem , ke-an, per-an dengan bentuk dasar yang berkhir dengan fonem /u, o/ akan menyebabkan timbulnya fonem /w/. Misalnya:
-an + jamu            jamuan
ke-an + lucu            kelucuan
per-an + sekutu        persekutuan
-an + kilo             kiloan
ke-an + loyo            keloyoan
per-an + toko            pertokoan       

c. Perubahan Bunyi
Perubahan bunyi akan terjadi pada:
1)  Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang dimulai oleh fonem atau bunyi /d/ dan bunyi /s/ khusus pada bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing akan terjadi perubahan bunyi /N/ menjadi /n/.
meN- + datang        mendatang
meN- + survai            mensurvei
peN- + damar            pendamar
peN- + supply            pensupply

2)  Pertemuan morfem meN- dan peN- pada bentuk dasar yang berawal dengan bunyi atau fonem /b, f/ akan terjadi perubahan bunyi /N/ menjadi /m/. Misalnya:
meN- + buru            berburu
meN- + fitnah            memfitnah
peN- + buang            pembuang
peN- + fitnah            pemfitnah
3)  Pertemuan morfem meN- den peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /c, j/, maka fonem /N/ akan berubeh menadi /n/. Misalnya:
meN- + cakar            mencakar
meN- + jajal            menjajal
peN- + ceramah        penceramah
peN- + jamu            penjamu

4)  Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan. bentuk dasar yang berbunyi awal /g, h, x/ dan voka1 , maka fonem /N/ akan berubah menjadi /η/. Misalnya:
meN- + garap            menggarap
meN- + hasut            menghasut
meN- + khayal        menghayal
meN- + ambil            mengambil
meN- + intip            menginyip
meN- + ukur            mengukur
meN- + ekor            mengekor
meN- + orbit            mengorbit
peN- + garis            penggaris
peN- + harum            pengharum
peN- + khianat        pengkhianat
peN- + angkat            pengangkat
peN- + isap            pengisap
peN- + umpat            pengumpat
peN- + olah            pengolah

5)  Pertemuan morfem ber- dan per— pada bentuk dasar ajar mengakibatkan perubahan bunyi /r/ men jadi /1/. Peristiwa ini sebenarnya merupakan peristiwa unik, sebab hanyac terjadi pada bentuk dasar ajar sehingga ada yang mengatakan suatu  “kekecualian”. Perhatikanlah:
ber- + ajar            belajar
per- + ajar            pelajar

6)  Pertemuan morfem ke-an dan -i dengan bentuk dasar berfonem akhir /?/  menyebabkan fonem tersebut berubah menjadi /k/. Misalnya:
duduk /dudu?/ + ke-an        kedudukan
bedak /beda?/ + -i            bedaki       

d. Perubahan dan Penambahan Bunyi
            Proses perubahan dan penambahan fonem doat terjadi pads:
1) Pertemuan morfem meN- dan peN- pada bentuk dasar yang terdiri atas satu suku kata menyebabkan perubahan bunyi /N/ menjadi /η/ dan penambahan bunyi /∂/. Misalnya:
meN- + bel            mengebel           
meN- + cat            mengecat
meN- + tik            mengetik

2) Pertenuan morfem peN-an pada bentuk dasar berfonem awal /d, c, j/ dan berfonem akhir /a, i, u, dan o/ menyebabkan perubahan /N/ menjadi /n/ dan bertambahnya /?, y, w/. Contonnya:
peN-an + data            pendataan
peN-an + dahulu        pendahuluan
peN-an + cahaya        pencahayaan
peN-an + cari            pencarian
peN-an + calo            pencaloan
peN-an + jaga            penjagaan

3) Pertemuan morfem peN-an pada bentuk dasar yang berfonem awal /b, f/ dan berfonem akhir vokal /a, i, u, dan o/ menyebabkan perubahan /N/ menjadi /m/ dan bertambahnya bunyi /?, y, w/. Contohnya:
peN-an + buka            pembukaan
peN-an + beri            pemberian
peN-an + buku        pembukuan
peN-an + foto            pemfotoan

4) Pertemuan morfem peN-an pada bentuk dasar yang berfonem awal /g, h, kh/ dan berfonem akhir vocal /a, i, u, o/ menyebabkan perubahan /N/ menjadi /m / dan bertaoibahnya bunyi /?, Y, w/. Contohnya:
peN-an + guna            penggunaan
peN-an + gali            penggalian
peN-an + gadai        penggadaian
peN-an + ganggu        penggangguan
peN-an + harga        penghargaan
peN-an + hijau        penghijauan

5) Pertemuan morfem peN-an pada bentuk dasar yang dimulai oleh vokal dan diakhiri oleh vokal /a, i, u, o/ menyebabkan perubahan /N/ menjadi / / dan bertambahnya bunyi /?, y, w/. Contohnya:
peN-an + ada            pengadaan
peN-an + adu            pengaduan
peN-an + andai        pengandaian
peN-an + utama        pengutamaan
peN-an + urai            penguraian
peN-an + intai            pengintaian
peN-an + operasi        pengoperasian


e. Perubahan dan Penghilangan Bunyi
            Proses perubahan dan penghilangan bunyi terjadi pandai:
1) Pertemuan peN- dan meN- pada bentuk dasar yang dimulai oleh fonem /p/ akan perubahan /N/ menjadi /m/ dan fonem awal bentuk dasar hilang. Contohnya:
peN- + peras        pemeras
meN- + paksa        memaksa

2)  Pertemuan morfem peN- dan meN- pada bentuk dasar yang dimulai oleh fonem /t/ akan mengakibatkan perubahan /N/ menjadi /n/ dan hilangnya fonem awal bentuk dasar. Contohnya:
peN- + tari            penari
meN- + tending        penendang

3) Pertemuan morfem peN- dan meN- pada bentuk dasar yang diawali fonem /k/ akan mengakibatkan perubahan fonem /N/ menjadi /η/ dan hilangnya fonem awal bentuk dasar. Contohnya:
peN- + karang        pengarang
meN- + kurung        mngurung

4) Pertemuan morfem peN— dan meN— pada bentuk dasar yang diawali fonem /s/ akan mengakibatkan perubahan fonem /N/ menjadi /η/ dan hilangnya fonem awal bentuk dasar yang bersangkutan. Contohnya:
peN- + sayang        pengayang
meN- + saring        penyaring


f. Peloncatan Bunyi
            Prawirasumantri (1986:40) menambahkan satu lagi bentuk morfofonemik bahasa Indonesia yaitu peloncatan burnyi. Peloncatan fonem ini terjadi apabi1a dua atau 1ebih bertukar tempat akibat petemuan morfem-morfem dalam bahasa Indonesia ditemukan sebuah gejala ini, yakni peloncatan fonem /a/ dan /m/ pada kata padma dalam merah padam.

PEMBELAJARAN MORFOFONEMIK
1. Tingkat Taman Kanak-kanak
Taman kanak-kanak merupakan lembaga bermain anak. Pada masa ini, anak belum bisa membaca layaknya anak atau siswa kelas tinggi, mereka masih polos dan lugu. Apa yang diberikan oleh gurunya, itu yang akan ia terima. Maka, seorang guru harus memberikan stimulus yang baik dalam hal pengenalan fonologi, misalnya sebagai tahap pertama mendorong perkembangan ujaran anak yang paling mendominasi pada dirinya seperti bunyi [b], [m], dan [p] yang kemudian fonem tersebut dibentuk dalam sebuah kata. Jika anak sudah terbiasa dalam berujar, guru dapat memperkenalkan bunyi bahasa yang lain baik vokal mau konsonan. Untuk tingkat TK, cukup memperkenalkan abjad yang ada dalam tatanan bahasa Indonesia. Jika anak sudah mengenal berbagai huruf, hal ini akan mempermudah seorang guru memperkenalkan proses morfofonemik untuk tingkat yang atas.

2. Tingkat Sekolah Dasar
Pada usia ini, anak sudah mampu menerima rangsangan yang sesuai dengan kemampuannya. Anak-anak sudah mampu membaca dan mendengar dengan baik, namun mereka masih tetap membutuhkan bimbingan maupun motivasi dari pihak lain seperti guru. 
Dalam proses pembelajarannya, seorang guru dapat memperkenalkan atau mengajarkan bunyi bahasa kepada anak serta menuliskan dalam bentuk kata. Selain itu, tingkat SD juga sudah memperlajari berbagai afiks walaupun hanya dasarnya saja. Guru dapat membimbing anak-anak untuk mengaplikasikan afiks tersebut pada sebuah kata dasar yang nantinya akan dapat menjadi contoh dari proses morfofonemik bahasa Indonesia. Ketika anak sudah mampu mengunggunakan afiks dengan baik, maka seorang guru dapat melakukan bimbingan kepada anak dalam bentuk latihan seperti menuliskan atau mendata kata-kata berimbuhan dari sebuah buku atau dengan memberikan soal latihan yang berhubungan dengan proses morfofonemik. Misalnya, memberikan afiks pada kata dasar seperti, meN + laju = melaju, dan sebagainya.

3. Tingkat Sekolah Tingkat Menengah
Siswa-siswa di tingkat menengah secara psikologis berada pada masa transisi, yaitu perubahan masa kanak-kanak ke masa remaja. Pada tingkat ini, seorang guru sudah bisa mengajarkan macam-macam afiks dan penggunaan afiks tersebut pada sebuah kata, pemenggalannya dan sebagainya yang akhirnya siswa bisa mengerti proses morfofonemik sebuah bahasa. Bimbingan harus tetap dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung. Guru dapat dapat membimbing siswa melalui latihan-latihan secara intensif sehingga siswa tidak hanya mengerti dalam merealisasikan afiks, tetapi mengerti pula maksud dari setiap perubahan yang terjadi ketika kata-kata didampingkan atau disandingkan dengan afiks.
Dalam kegiatan pembelajaran, guru sangat berperan dalam membina pemahaman siswa. Seperti yang dikatakan sebelumnya, guru dapat memberikan latihan kepada siswa misalnya mendata kata-kata yang berprefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Dengan cara seperti itu siswa akan semakin lihai dalam memahami struktur bahasa khususnya yang berkaitan dengan proses morfofonemik.




4. Perguruah Tinggi
    Tingkat perguruan tinggi merupakan tingkat pemahaman yang matang pada kajian morfofonemik. Dalam proses pembelajarannya, mahasiswa tidak hanya paham dengan kajian morfofonemik, tetapi yang menjadi tuntutan adalah bagaimana menerapkan proses kajian morfofonemik itu ke dalam sebuah penelitian, baik penelitian yang sifatnya kuantitatif maupun penelitian yang sifatnya kualitatif.

KAJIAN MORFOFONEMIK DALAM SEBUAH PENELITIAN
Kajian morfofonemik ini dapat diterapkan dalam berbagai penelitian, baik untuk membuat artikel, jurnal, skripsi, tesis maupun disertasi. Penelitian yang dapat dilakukan tersebut dapat berupa penelitian kualitatif mapun penelitan kuantitatif.

1.    Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang penyajian datanya tidak berdasarkan angka, tetapi berupa kata-kata. Misalnya penelitian tentang:
b.    Proses Morfofonemik Bahasa Banjar Dialek Indragiri Hilir.
c.    Reduplikasi Morfofonemik Bahasa Minangkabau.

2.    Penelitian Kuantitatif
Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang penyajian datanya berupa angka-angka. Misalnya penelitian tentang:
a.    Hubungan kemampuan menentukan Afiksasi terhadap Pemahaman Menulis Afiksasi Siswa Kelas X SMA Negeri I Gaung Anak Serka Kabupaten Indragiri Hilir..
b.    Kemampuan Menentukan Reduplikasi Siswa Kelas X SMA Negeri I Gaung Anak Serka Kabupaten Indragiri Hilir.



KESIMPULAN
    Morfofonemik merupakan proses perubahan struktur atau tatanan dalam bahasa karena ada proses morfemis yang menghubungkan dengan tatanan fonologis. Analisis terhadap peristiwa morfofonemik ini perlu dilakukan agar dapat diketahui kaidah pembentukan kata yang benar dalam pemakaian bahasa serta dalam upaya memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Melalui pembelajaran morfofonemik, kita dapat melakukan berbagai penelitian baik secara kealitatif mapun secara kuantitatif. 





















DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal dan Junaiyah. 2007. Morfologi :Bentuk, Makna, dan Fungsi. Jakarta: PT Grasindo.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Charlina dan Mangatur Sinaga. 2006. Morfologi. Pekanbaru: Cendikia Insani.

Kridalaksana, Harimurti. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Ramlan, M. 1987. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV. Karyono

http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detailmateri& id=85